ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
MANTAP JIWA...!!!! Cukup 4 Prajurit TNI Untuk Membuat
Kocar-Kacir Satu Peleton Pasukan Elit Musuh...
Baku tembak tak terelakkan. Desingan senapan mesin pun tak
berhenti menyentak. Walaupun hanya terdiri dari empat prajurit, mereka tidak
gentar.
Usianya memang senja, tangan pun mulai bergetar saat
menggoreskan pena. Namun detik-detik peristiwa tepat di hari pertama tahun 1964
tidak pernah beranjak dari memorinya. Soetoyo ingat jelas, tepat pukul 15.00
Wita, tentara Inggris dan Gurkha menyerang pos tempatnya berjaga di Krayan,
perbatasan Kalimantan dengan Malaysia (Foto Cover: 4 Prajurit TNI di Hutan).
Soetoyo paham betul menjadi seorang pejuang mesti memiliki
moral yang tinggi. Karena itu, walau empat rekannya sesama pejuang di garis
depan berdarah-darah dibantai musuh, tak sedikit pun ada gentar dalam
sanubarinya. Malahan semangatnya meletup-letup mempertahankan perbatasan negeri
dari geliat pasukan asing.
“Jam tiga sore, terdengar suara pistol disertai lemparan
granat. Salah seorang dari kami mengecek ke pos jaga dan kembali melapor. Tiga
teman kami gugur, seorang lagi luka parah. Rupanya kami diserang,” kisah
Soetoyo mengulas kembali baku tembak pertama dalam konfrontasi
Indonesia-Malaysia di Kalimantan
Sejak semester kedua 1963, dia bersama tujuh rekannya
ditugaskan menjaga wilayah perbatasan Kaltim dengan Malaysia. Regunya berada di
daerah Krayan, Nunukan, bersebelahan dengan wilayah Ba’kelalan, Serawak yang
masuk wilayah Malaysia. Sebuah bukit dan tanah lapang sepanjang lima kilometer
menjadi pemisah antara Indonesia dengan
negeri jiran tersebut.
Batalion tentara Inggris yang dibantu pasukan Gurkha
bersiaga di Ba’kelalan. Sebuah bandara menjadi pangkalan mereka, mengancam
kedaulatan Indonesia. “Itu serangan militer pertama. Sebelum-sebelumnya hanya
ketegangan antara dua negara yang dimulai dengan perobekan foto Presiden
Soekarno dan diinjaknya Garuda Pancasila di Kuala Lumpur,” beber Soetoyo.
Diserang, Soetoyo dan rekan-rekannya membalas. Mereka mengejar
tentara musuh hingga melewati perbatasan. Baku tembak tak terelakkan. Desingan
senapan mesin jenis M43 pun tak berhenti menyentak.
Walaupun hanya terdiri dari empat prajurit, Soetoyo dan
rekan-rekannya tak gentar. Sekalipun mereka menyadari tengah berhadapan dengan
satu peleton prajurit musuh.
“Kami tahu mereka satu peleton karena ada suara letusan
pistol. Yang membawa pistol itu hanya komandan peleton,” ujarnya dalam suara
parau.Semangat membela tanah air disertai darah muda yang menggebu-gebu membuat
Soetoyo bertempur tanpa beban.
Dia masih bujang kala itu, usianya belum genap 22 tahun.
Namun semakin memasuki daerah lawan artinya semakin dekat dengan maut.
Pertahanan Inggris pun memberikan perlawanan. Hujan peluru membuat Soetoyo dan
kawan-kawan mesti bertempur cerdas.sans-serif; font-size: large;">“Kami
sadari lawan kami tidak sedikit. Apalagi kami masuk wilayah musuh. Kami sempat
berlindung beberapa jam. Setelah memastikan telah mengusir prajurit musuh dari
wilayah Indonesia, baru kami kembali ke pos,” tutur Soetoyo yang mengawali
karier militernya di Sekolah Calon Tamtama (Secata) Jember ini.
Dia menyesalkan leher senapan mesin M43 yang terkena
tembakan musuh. Sehingga tidak dapat memutar dan hanya membidik ke satu arah.
Padahal dengan kemampuan menembakkan 500 peluru dalam satu rantai, pasti bisa
menembak lebih banyak prajurit musuh bila dapat berputar.
Hebatnya, senapa mesin itu digerakkan oleh rekan Soetoyo di
pos jaga yang selamat meski harus kehilangan satu kaki.
“Walaupun terluka parah karena serangan musuh dan kehilangan
kakinya, namun dia masih bisa bergerak untuk mengoperasikan senapan. Membuat
prajurit musuh kocar-kacir masuk ke hutan,” kenangnya.
Setelah selamat dalam pertempuran tersebut, Soetoyo dan
rekan-rekannya terus mendapat intimidasi dari tentara Inggris yang membantu
Malaysia. Beberapa kali tentara Inggris melayangkan ultimatum, memaksa Soetoyo
dan regunya di perbatasan untuk melambaikan bendera putih.
Di antara ultimatum itu mengabarkan bahwa pasukan Indonesia
termasuk pasukan khusus RPKAD telah menyerah, menyimpulkan perjuangan Soetoyo
dan rekan-rekannya sia-sia.
“Tapi kami tidak gentar. Karena kami berada di wilayah kami
sendiri. Kami tidak mau menyerah,” ungkap pria kelahiran Kediri, 2 November
1942 ini.
Empat bulan mempertahankan pos perbatasan, Soetoyo ditarik
kembali ke Balikpapan. Dia hendak dididik mengoperasikan senjata penangkis
serangan udara Batalion Arsu. Sementara tugasnya di Krayan digantikan pasukan
batalion 517.
Namun saat berada di Malinau dalam perjalanan ke Balikpapan,
dia mendengar kabar pasukan Inggris menyerang Krayan hingga ke daerah
perkampungan. Batalion 517 yang menggantikan regunya pun hancur lebur dalam
serangan tersebut.
“Mungkin intelijen
musuh mengetahui bahwa pasukan yang berjaga merupakan pasukan baru yang belum
mengenal medan. Lalu mereka memutuskan menyerang dengan brutal,” sebutnya.
Lepas pendidikan di Balikpapan, Soetoyo ditugaskan di
Batalion 609 di Hulu Mahakam, yang kini masuk wilayah Kutai Kartanegara
(Kukar). Setelah konfrontasi dengan Malaysia berakhir tahun 1966, dia dipanggil
kembali ke batalionnya di Balikpapan. Setahun kemudian dia dipindahtugaskan
menjadi Polisi Militer dan pindah ke Kota Tepian tahun 1970.
“Saya jadi polisi militer sampai pensiun tahun 1990. Karena
saya sempat bertempur dalam konfrontasi dengan Malaysia dan mendapatkan
penghargaan Dwikora, saya disarankan mendaftar ke Legiun Veteran,” tandas kakek
dari 19 cucu ini.
PATRIOTNKRI.CO.ID
0 Response to "MANTAP JIWA...!!!! Cukup 4 Prajurit TNI Untuk Membuat Kocar-Kacir Satu Peleton Pasukan Elit Musuh..."
Posting Komentar